Saturday, September 19, 2020

BATIK SOLO

 


Batik Solo bermula pada masa Kerajaan Pajang lebih dari 4 abad yang lalu. Seperti diketahui, kerajaan yang merupakan kelanjutan dari dinasti Demak tersebut memindahkan pemerintahannya dari Demak Bintoro ke Pajang.

Tokoh yang pertama kali memperkenalkan batik di desa Laweyan yang saat itu masuk ke wilayah kerajaan Pajang adalah Kyai Ageng Henis. Ki Ageng Henis adalah putra Ki Ageng Selo yang juga keturunan Brawijaya V. Beliau bermukim di desa Laweyan sejak tahun 1546 M. Ki Ageng Henis dikenal juga dengan Ki Ageng Laweyan

Desa Laweyan yang terletak di tepi Sungai Laweyan ini, dulunya adalah pusat perdagangan Lawe (bahan baku tenun). Bahan baku kapas dipasok dari daerah Juwiring, Pedan dan Gawok. Proses distribusi barang di Pasar Lawe dilakukan melalui bandar Kabanaran yang tak jauh dari Pasar Lawe. Dulu terdapat banyak Bandar di tepi sungai, seperti Bandar Kabanaran, dan Bandar Laweyan. Melalui Bandar inilah yang menghubungkan Desa Laweyan menuju Sungai Bengawan Solo. Dari sinilah, batik terhubung dengan daerah pesisir.

Setelah berdirinya Keraton Surakarta tahun 1745 perkembangan Batik Surakarta semakin beragam. Berawal dari perpecahan Keraton Surakarta dan Ngayogyakarta sebagai akibat dari perjanjian Giyanti tahun 1755. Seluruh busana kebesaran Mataram dibawa ke Keraton Yogyakarta. Sementara itu, PB III memerintahkan kepada para abdi dalem untuk membuat sendiri motif batik Gagrak Surakarta.

Dari perintah itu masyarakat berlomba-lomba untuk membuat corak batik. Muncul banyak motif batik yang berkembang di masyarakat. PB III pun mengeluarkan peraturan tentang kain batik yang boleh dipakai di dalam keraton. Ada beberapa motif tertentu yang diizinkan untuk dipakai di lingkungan keraton.

 “Ana dene kang arupa jejarit kang kalebu laranganingsun, bathik sawat, bathik parang lan bathik cemukiran kang calacap modang, bangun tulak, lenga teleng lan tumpal, apa dene bathik cemukiran kang calacap lung-lungan, kang sun wenangake anganggoa pepatihingsun lan sentananingsun dene kawulaningsun pada wedhia.”

Adapun jenis kain batik yang saya larang, batik sawat, batik parang dan batik cemukiran yang berujung seperti paruh burung podang, bagun tulak, minyak teleng serta berujud tumpal dan juga batik cemukiran yang berujung lung (daun tumbuhan yang menjalar di tanah), yang saya izinkan memakainya adalah patih dan para kerabat saya. Sedangkan para kawula (rakyat) tidak diperkenankan.
Para abdi dalem bertugas untuk merancang batik yang diperuntukkan bagi kepentingan keraton. Mereka banyak yang tinggal di luar keraton, sehingga terbentuklah komunitas perajin batik seperti di Kratonan, Kusumodiningratan, Kauman maupun Pasar Kliwon. Bahan yang digunakan serta pewarnaan masih tetap memakai bahan lokal seperti soga Jawa.

Pada awal abad XX, batik menjadi salah satu identitas perekonomian masyarakat Jawa. Pada masa ini, batik telah memasuki era industrialisasi dan terbentuknya kelompok-kelompok para pedagang. Salah satu organisasi yang terkenal adalah Sarekat Dagang Islam yang dipelopori oleh KH Samanhudi. Beliau memiliki jaringan dagang yang kuat hingga ke Kudus, Surabaya, Gresik, Tuban, Cirebon, Bogor hingga ke Batavia dan luar Jawa. Salah satu distributornya adalah HOS Cokroaminoto yang menjadi tokoh dalam organisasi Sarekat Dagang Islam.

Berdirinya SDI dilatarbelakangi persaingan dagang antara orang-orang Cina dan Belanda. Organisasi ini menunjukkan eksistensi masyarakat pribumi Jawa Islam di tengah kekuasaan colonial Belanda. Sekaligus mempertahankan eksistensi batik yang menjadi salah satu pilar ekonomi masyarakat Jawa. Pada akhirnya SDI menjadi salah satu organisasi perintis kemerdekaan Indonesia.
Hingga sekarang Batik Laweyan Solo tetap ada. Para pengusaha Laweyan pernah mencapai kejayaan pada era 1970-an.
Kini, Pemerintah Surakarta memiliki dua kampung batik di kota Solo, yakni 
kampoeng batik Laweyan dan kampoeng batik Kauman, yang terletak di belakang Masjid Agung Surakarta. Salah satu pusat perdagangan batik yang terkenal adalah Pasar Klewer


Jangan lupa kunjungi


https://www.lspdigital.id/


https://maskerhijab99solo.blogspot.com/


https://grosirmaskersolokaranganyar.blogspot.com


pakaianwanitacantik.blogspot.id

Friday, September 18, 2020

BATIK PAKUALAMAN

 KOLEKSI Batik Pakualaman termasuk kuno dan berbeda. Motif yang diciptakan tidak bisa  sembarangan dan harus izin dulu dengan mengacu naskah-naskah yang tidak semuanya bisa disosialisasikan

"Batik Pakualaman yang kita ciptakan melalui tim dengan filosofi-filosofi luhur," tutur GKBRAA Paku Alam saat Pembukaan Adiwastra Batik Pakualaman, Sabtu (7/12/2019) di Puro Pakualaman Yogyakarta.
Dalam pameran yang juga pertemuan bulanan Paguyuban Pecinta Batik Indonesia (PPBI) Sekar Jagad ini, GKBRAA Paku Alam menyebutkan batik-batik Pakualaman sangat kaya bisa digunakan untuk basahan juga sampai Madura. 

"Perkembangan batik sangat luas, naskah-naskah kuno Pakualaman yang bisa dituangkan dalam motif batik harus dipelajari dengan cermat," tegasnya.

Sementara Ketua PPBI Sekar Jagat GBPH H Prabukusumo SPsi menyebutkan, batik-batik koleksi Pakualaman yang dipamerkan sangat 'inspiring' sehingga penggemar batik tidak akan bosan dengan motif-motif Batik Yogya/Kuno. 

"Yogya menjadi Kota Batik, setiap Toko Batik harus ada sejarah batik sehingga wisatawan yang datang ke Yogya membeli batik bisa sesuai dengan filosofi yang ada," ujarnya.

Batik-batik yang ada juga menunjukkan keragaman budaya. "Kita lahir di Indonesia dengan keragaman budaya tradisional yang luhur. Mengenakan budaya tradisional sesuai adat dengan niat baik tidak bertentangan dengan agama," ujarnya.

Acara semarak dengan Tari Kidung Aksara dengan busana Batik Pakualaman, dilanjutkan Bincang-bincang Batik bersama Dr Sri Ratna Saktimulya MHum, dosen Satra Nusantara UGM yang juga pakar sejarah/budaya Pakualaman, pameran dan Bentang Batik. Batik Kadipaten Pakualaman yang dipamerkan dengan ragam batik Surya Mulyarja, Batik Pepadan Pura Pakualaman

BATIK JOGJA

  

Kata batik dalam bahasa Jawa berasal dari akar kata tik yang merujuk pada pekerjaan tangan yang halus, lembut, dan detil, yang mengandung unsur keindahan (seni). Kata tik juga merujuk pada proses pembuatan corak kain dengan ‘"menitikkan’" malam (lilin) dengan alat bernama canting sehingga membentuk corak yang terdiri atas susunan titikan dan goresan.

Dalam penjelasan lain, disebutkan bahwa makna batik sendiri bisa mengacu pada dua hal. Mengacu pada teknik pembuatan, batik adalah teknik pewarnaan yang menggunakan malam sebagai perintang bahan pewarna pada kain (wax-resist dyeing). Mengacu pada motif dan pola, batik adalah kain atau busana yang dibuat dengan teknik tersebut, dan memiliki motif-motif tertentu yang khas.

Batik bukan hal baru bagi masyarakat Yogyakarta. Jauh sebelum UNESCO (United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization) mengakui eksistensi batik Indonesia pada 2 Oktober 2009, masyarakat Yogyakarta telah terbiasa menggunakannya. Sebagai salah satu kota tempat berkembangnya batik di Indonesia, pemakaian batik di Yogyakarta sudah menjadi bagian dari budaya.

Sudah sejak lama batik masuk ke sendi-sendi kehidupan di Yogyakarta. Di dalam lingkungan keraton batik menjadi bagian dari kelengkapan busana, baik untuk busana sehari-hari maupun untuk upacara adat. Di luar itu, batik juga biasa dipakai sebagai kain gendongan, baik untuk menggendong bayi maupun barang. Modernisasi dan pertambahan waktu tidak lalu mengubah fungsinya hingga sekarang. Pemakaian batik malah semakin berkembang, yang dulu masih terpaku pada ranah tata busana, kini merambah ke dekorasi dan bahkan investasi.

 

Pengaruh Keraton Bagi Perkembangan Batik

Keberadaan batik khas Yogyakarta sendiri tidak terlepas dari sejarah berdirinya kebangkitan Kerajaan Mataram Islam yang dibangun oleh Panembahan Senopati. Selama perjuangan mendirikan Mataram, Panembahan Senopati sering bertapa melakukan pengembaraan dan laku spiritual di sepanjang pesisir selatan Pulau Jawa. Konon, lansekap dan pemandangan tempat tersebut, yang dihiasi oleh deburan ombak menghantam barisan tebing atau dinding karang, telah mengilhaminya menciptakan pola batik parang. Motif ini kemudian menjadi salah satu yang khas dari busana Mataram.

Pada tahun 1755 Perjanjian Giyanti memecah bagi Kasultanan Mataram menjadi dua, yaitu Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Seluruh harta kerajaan yang ada, termasuk warisan budaya, dibagi ke dua wilayah tersebut. Khusus kelengkapan busana Keraton Mataram, termasuk batik, seutuhnya menjadi milik Keraton Yogyakarta. Kekhasan itu masih dipertahankan hingga sekarang, baik motif maupun warnanya. Corak batik yang didominasi warna tanah ini kemudian menjadi cikal bakal batik khas Yogyakarta.    

Perkembangan batik awalnya memang masih terbatas di lingkungan keraton. Kegiatan membatik merupakan bagian dari pendidikan putri bangsawan di dalam lingkup tembok keraton. Pengenalan estetika paling halus, hingga penguasaan teknik membatik yang rumit. merupakan bentuk pendidikan olah rasa, kesabaran, maupun ketekunan.

Saat itu, laku membatik hanya dilakukan oleh para ratu dan putri kerajaan yang dibantu oleh para Abdi Dalem perempuan. Lambat laun, pekerjaan membatik yang belum selesai mulai boleh dibawa keluar keraton untuk dilanjutkan di rumah masing-masing. Karena dikerjakan hampir setiap hari, keinginan membuat batik untuk diri sendiri pun muncul dari para Abdi Dalem ini. Bersamaan dengan itu, kegiatan membatik pun semakin meluas pada keluarga keraton lainnya, termasuk istri Abdi Dalem dan prajurit. Di lapisan masyarakat, rakyat yang kerap melihat keluarga keraton mengenakan batik pun mulai tertarik untuk menirunya.

Akhirnya, pesona batik mampu membuatnya keluar dari tembok keraton dan dinikmati semua kalangan. Dalam prosesnya, motif-motif baru pun bermunculan dan menjadi kekhasan sendiri bagi kelompok masing-masing. Ada batik keraton dan batik larangan yang hanya boleh dipakai oleh raja-ratu maupun kerabat ; batik sudagaran yang dipakai kaum berekonomi kuat namun bukan keturunan raja ; batik petani/rakyat yang dipakai petani dan masyarakat umum. Dalam konteks ini, keberadaan batik turut menjadi identitas sosial di tengah masyarakat.

Pemakaian Batik Keraton Saat Ini

Pemakaian motif batik sesuai kelompok saat ini telah memudar. Sudah banyak masyarakat umum yang menggunakan motif-motif larangan yang dulu hanya boleh dipakai raja, permaisuri, dan keturunannya. Selaras dengan perkembangan jaman, larangan ini memang tidak diberlakukan lagi di luar lingkungan keraton Yogyakarta. Sayangnya, masyarakat terkadang memakai motif yang tidak sesuai, hanya berdasar alasan suka tanpa memahami peruntukanya. Semisal penggunaan motif untuk upacara kematian pada acara pernikahan.

Memang bukan sebuah kewajiban untuk mengerti filosofi dari setiap motif batik. Namun mengerti proses pembuatan dan makna dari motif batik dapat memberi pemahaman bahwa batik bukan sekadar kain bergambar. Tiap goresan malam pada kain batik tak ubahnya untaian doa. Ungkapan kepada Pencipta berwujud corak dan warna. Harapan dari sang pembuat, untuk sang pemakai.

BUSANA BATIK PENGANTIN SOLO

 


 

Busana Pengantin Wanita Solo Basahan

Aura keanggunan puteri kraton seketika memancar ketika sang ratu sehari mengenakan busana pengantin corak Solo Basahan. Busana kebesaran para raja Kraton Kasunanan Surakarta ini mengandung makna kepasrahan manusia kepada Tuhannya. Busana yang awalnya hanya digunakan di lingkup terdalam keraton dan pada upacara besar saja, kini banyak dikenakan oleh masyarakat Jawa Solo dalam pernikahannya. Sebuah busana berupa kampuh atau dodot yang dibentuk dari kain batik motif alas-alasan (binatang) dan tumbuhan hutan, dengan kain cinde warna merah di bagian dalam. Bila mengikuti aturan yang sebenarnya, dodot berwarna hijau dengan warna putih di bagian tengah hanya boleh digunakan oleh kalangan keraton. Masyarakat umum memang kini diizinkan mengenakan busana ini, namun dengan warna yang berbeda. Hal ini untuk membedakan raja dan ratu yang sesungguhnya dengan raja dan ratu sehari, sebutan untuk pasangan pengantin. Melilit di pinggang, buntal udan mas, yang terbuat dari daun pandang, daun mangkokan, daun puring merah, serta ronce melati. Menutupi udet cinde yang memanjang dari bagian dada ke bawah.

 

Busana Pengantin Pria Solo Basahan

Seperti pengantin wanita, busana pengantin pria pun berupa kampuh atau dodot yang dibentuk dari kain batik motif alas-alasan dan tumbuhan hutan. Celana panjang dari kain cinde dikenakan pada bagian dalam. Buntal udan mas juga disematkan di pinggang dan membentuk setengah lingkaran, searah dengan lekukan dodot di bagian bawah. Keris ladrang dengan ronce bunga melati terselip di punggung.

 

Sejarah Motif Batik Solo dan Penjelasannya

Solo merupakan sebuah kota ramai yang berada di wilayah provinsi Jawa Tengah. Sebagai kota yang masih masuk dalam Karesidenan Surakarta, Solo masih sangat lekat dengan budaya Jawa. “The Spirit of Java” merupakan slogan yang dimiliki kota ini yang menunjukkan sebuah tekad mengakar untuk melestarikan budaya Jawa.

Selain dikenal dengan kekentalan adat Jawa, Solo juga dikenal sebagai ikon batik. Motif batik solo yang dihasilkan pun beragam dan akan dijelaskan pada paragraf selanjutnya dari artikel ini. Bahkan batik Solo kini lebih populer melalui lini produsen batik keris yang sudah merambah pangsa pasar luar negeri. Tidak mengherankan jika batik Solo menjadi salah satu tujuan yang wajib dikunjungi oleh para wisatawan ketika berkunjung ke kota Surakarta hadiningrat. Untuk wisata batik solo anda dapat melakukannya di kampung batik Laweyan, juga kawasan kampong batik Kauman. Kampung Laweyan merupakan sentra atau pusat kegiatan batik bermula, kegiatan membatik sudah menjadi budaya sehari-hari bagi masyarakatnya, dan biasanya diturunkan dari leluhurnya.

Batik dengan segala bentuknya merupakan identitas bangsa kita, Indonesia. Pada era keraton tempo dulu, kegiatan membatik merupakan mata pencaharian bagi para wanita Jawa, bahkan kegiatan membatik dilingkungan keraton surakarta sangat dikenal sebagai suatu pekerjaan yang eksklusif. Batik Solo memiliki ciri khas, baik dalam proses cap maupun tulisnya. Pewarna yang digunakan untuk membatik menggunakan bahan alam, yaitu soga. motif batik solo sidomukti dan motif batik solo sidoluruh merupakan contoh pola batik tulis Solo yang terkenal.

Motif batik memiliki makna tersendiri, lain motif lain makna. Motif  batik Solo yang diciptakan beraneka ragam, dengan harapan dapat membawa kebaikan bagi pemakainya. Motif batik solo yang dikenal antara lain yaitu, motif batik solo jenis parang, motif batik solo jenis barong, motif batik solo jenis kawung dan motif batik solo jenis sawat.

Motif batik ini dianggap sakral dan hanya dipakai oleh raja dan keluarganya.

 

Motif Batik Solo Slobog

Slobog berarti longgar/besar. Batik solo ini biasa dipakai untuk melayat. Makna yang terkandung di dalam motif batik ini agar arwah seseorang yang meninggal tidak mendapat halangan dan dapat diterima kebaikannya.

Motif Batik Sidomukti

Batik solo motif sidomukti ini seringkali dikenakan oleh para mempelai pada acara pernikahan. arti kata sido memiliki arti yaitu terus menerus atau berkelanjutan dan kata mukti berarti bercukupan. Jika berdasarkan arti kata tersebut maka kata sidomukti merupakan representasi sebuah harapan kepada semua orang yang mengenakannya agar memiliki suatu kehidupan yang penuh dengan kebahagiaan secara berkesinambungan selaras dengan rejeki yang cukup dan tidak pernah putus.

Motif Batik Truntum

Batik solo Motif truntum ini biasanya dipakai oleh orang tua pengantin. Truntum sendiri berarti menuntun, Jadi dimaksudkan agar dalam sebuah pernikahan orang tua selalu menuntun anaknya dalam mengarungi hidup baru sehingga kelak menjadi keluarga yang sakinah.

 

 

 

 

 

 

Motif Batik Satrio Manah

Batik solo motif satrio manah ini biasa dipakai oleh wali pengantin pria pada saat prosesi lamaran/meminang. Makna dari motif batik ini supaya lamaran dapat diterima oleh pihak calon pengantin wanita beserta keluarganya.

Motif Batik Semen Rante

Dalam proses lamaran jika wali pengantin pria memakai batik solo motif Satrio Manah maka untuk pihak pengantin wanita memakai batik solo motif Semen Rante. Arti dari kata rante itu sendiri lebih menyiratkan kepada sebuah ikatan atau pertalian yang kokoh, so harapan bagi yang mengenakannya adalah jika lamaran dari mempelai pria diterima, maka pihak calon mempelai wanita mengharapkan sebuah pertalian yang kokoh dan kuat terhadap segala godaan hingga maut memisahkan.

Motif Batik Parang Kusumo

Batik solo motif parang kusumo ini biasanya dipakai oleh pengantin wanita pada saat upacara tukar cincin. Kusumo berarti bunga yang sedang mekar. Hakikatnya pengantin wanita sudah siap lahir maupun bathin  menikah.

Motif Batik Pamiluto

Batik solo motif pamiluto ini biasanya dikenakan oleh ibu dari pihak mempelai wanita pada saat acara tukar cincin. Motif batik ini memberi arti agar ikatan pernikahan tidak dapat dipisahkan seperti mimin lan mintuno. Pamiluto berasal dari kata pulut.

\

Motif Batik Ceplok Kasatriyan

Batik solo motif ceplok kasatriyan ini biasanya dipakai sebagai kain dalam upacara kirab pengantin sebelum kedua mempelai duduk di kursi pengantin.

 

Motif Batik Semen gendong

Motif batik solo semen gendong merupakan jenis kain batik tulis yang dikenakan oleh mempelai wanita dan pria setelah selesai upacara pernikahan sebagai wujud suatu harapan agar segera mendapatkan anak yang berbakti, penurut, serta soleh dan solehah (jika mempelai beragama Islam).

Motif Batik Bondhet

Salah satu jenis batik solo motif bondet ini tercipta karena kerumitan motif yang dituangkan hingga menjadi bundet. Kain batik tulis bondhet ini dikenakan oleh pengantin perempuan ketika malam pertama. Berikut ini pola bundet pada beberapa motif batik solo:

·         Batik solo sido asih, motif geometris berpola dasar bentuk-bentuk segi empat ini memiliki arti keluhuran. Saat mengenakan kain batik sido asih maka orang tersebut mengharapkan suatu kebahagiaan dalam hidup. Motif batik solo sidoasih ini berkembang setelah masa kepemimpinan SISKS PB IV di keraton Surakarta.

·         Batik solo ratu-ratih, nama motif batik ratu-ratih ini sebenarnya diambil dari kata “Ratu-Patih” yang menyiratkan arti bahwa seorang raja pada satu pemerintahan didampingi oleh seorang patih atau perdana menteri yang berusia yang masih terlalu muda menurut sudut pandang waktu tersebut. Motif batik solo ratu-ratih ini memiliki sebuah gambaran suatu kemuliaan dan sinergi antara pengguna kain batik tersebut dengan alam sekitarnya, Kain batik tulis ini mulai dibuat dan dikembangkan pada masa pemerintahan Raja SISKS PB VI pada tahun 1824.

·         Batik solo Parangkusumo, Parang merupakan motif diagonal berbentuk senjata tajam, berupa garis yang berlekuk-lekuk dari sisi bagian atas ke sisi bagian bawah kain batik, sedangkan Kusumo berarti bunga. Berdasarkan hal tersebut maka dapat kita simpulkan bahwa parang kusumo berarti seorang kesatria yang memiliki wibawa dan mencintai rakyatnya, sehingga membuat kain batik solo parangkusumo ini hanya diperuntukkan oleh orang yang memiliki darah biru atau keturunan raja atau biasa disebut oleh orang keraton sebagai darah dalem. Motif batik solo parangkusumo ini mulai dibuat dan dikembangkan oleh para pebatik pada era panembahan senopati sewaktu menjadi raja di kerajaan Mataram kuno sekitar abad ke – 16.

·         Batik solo bokor kencana, merupakan sebuah motif batik geometris yang memiliki pola dasar berbentuk lung-lungan yang bermakna harapan, keagungan, serta kewibawaan. Motif ini untuk pertama kalinya dibuat untuk dikenakan PB XI.

·         Batik solo sekar jagad, Sekar berarti bunga dan jagad adalah dunia. Paduan kata yang tercermin dari nama motif ini adalah “kumpulan bunga sedunia”. Motif sekar jagad ini merupakan perulangan geometris dengan cara ceplok (dipasangkan bersisian), yang mengandung arti keindahan dan keluhuran kehidupan di dunia. Motif batik sekar jagad ini mulai berkembang sejak abad ke-18.

Mari kita budayakan dan lestarikan batik, terutama batik solo klasik yang memiliki filosofi yang luhur. Salah satu caranya yaitu dengan membuat model baju batik wanita modern atau sejenisnya dengan menggunakan motif batik klasik ini agar lebih dikenal dan lebih tepat penggunaannya (sesuai dengan filosofi yang terkandung didalamnya). Saat ini para kawula muda kelahiran tahun 1987 keatas sudah mulai luntur menggunakan bahasa kromo alus/jawa dan tata krama adat istiadat jawa, apalagi dengan batik solo klasik ini. Mungkin dengan cara tertentu yang lain akan lebih mudah diterima oleh generasi selanjutnya.

BATIK SOLO

  Batik Solo bermula pada masa Kerajaan Pajang lebih dari 4 abad yang lalu. Seperti diketahui, kerajaan yang merupakan kelanjutan dari dinas...